Kamis, 25 Oktober 2012

KISAH NYATA













Alhamdulillah wash Shalatu was Salamu ala Rasulillah. Ini kisah nyata yang saya alami 3 tahun lalu. Semoga kita bisa mengambil ibroh dan hikmahnya.

Ada segores pedih saat ku ukir namamu dik…, Perih. Seakan ribuan belati menusuk ke hati, meninggalkan gumpalan sedih di lubang rasaku.. Penyesalan yang tak berujung, yang membuatku merutuki diri ini yang begitu ego diri. Allah…, Ampuni aku.. Adik, maafkan kakak….

Aku mengenalmu pertama kali ketika kami masih berpakaian putih abu-abu, dan berlanjurt di tingkat kuliah. Aku masih teringat sinar matamu saat aku memasuki kelasmu, dan kamu mengajak kami dan teman-temanmu memanfaatkan waktu kalian di sela waktu luang dalam sebuah majlis ilmu. Kajian jum’at, yang rutin ku jalankan bersama teman-teman akhwatku di rohis.

Sayangnya, sepertinya teman-temanmu tidak begitu merespon, mereka lebih suka menghabiskan waktunya dengan bergosip dan hal-hal yang tidak bermanfaat, tapi kamu berbeda. Kamu terlihat istimewa. Kamu datang, dengan wajah penuh riang. Dik, sampai sekarang aku masih ingat senyuman yang tak penah lepas dari wajahmu. Senyuman yang dapat menghilangkan segala penat dan lelahku karena tugas-tugas yang menumpuk, program kerja di rohis yang begitu padat, rapat-rapat dan pertemuan yang begitu melelahkan. Tapi kamu…, yah kamu tetap riang dan seolah mengajarkan kami kakak-kakakmu untuk tetap semangat dan menikmati dunia dengan riang.

Kamu semakin dekat pada kami, kamu begitu mudah menyerap segala pengetahuan yang kami berikan kepadamu. Kamu cerdas dik. Mungkin karena belajar dengan hati, kamu begitu mudah menerima kebaikan. Kamu hanif dik, hatimu begitu lembut dengan kebenaran… Allahu akbar, aku malu dik saat menyadari betapa banyak kesombongan di hati ini, tak seperti kau yang sangat bersahaja.

Aku mulai menyadari, dirimu sangat berbeda dengan teman-temanmu. Kamu begitu dekat dengan kami, senior-seniormu, bahkan sangat manja, berbeda dengan teman-temanmu yang cukup segan kepada kami. Tapi aku suka sifatmu dik, aku seolah memiliki adik baru. Kamu sangat perhatian pada kami, terutama padaku. Itu yang ku rasa dulu, setiap di sela jam istirahat, kamu pasti selalu membawa coklat untukku, dan berbisik padaku:

“Kak, jangan bilang sama kak iva yah, aku cuma kasih kakak. He he he.” Katamu dengan wajah penuh rahasia. Aku tertawa, menyambutnya juga dengan wajah tak kalah licik. Ha ha ha ( mb.iva mungkin kamu ingat itu…lucunya adik kita yang satu ini. Tapi ternyata aku salah, kau melakukan hal yang sama pada mb.iva juga. Kami tertipu, tetapi kami tetap senang. Begitulah caramu membuat kami merasa begitu kamu cintai. Allah, begitu banyaknya dia mengajari kami.Hari itu kamu mendatangiku, dengan wajah penuh semangat lebih dari biasanya. Kamu bertanya kepadaku:

“Kak, aku mau kayak kakak. Menutup aurat dengan sempurna.” Allahu Akbar ! aku menyambut dengan begitu bahagia. Aku sampaikan pada uphi, Hilda dan ade, serta akhwat-akhwat yang lainnya. Mereka merespon dengan begitu bahagia. Kau memintaku menemanimu membeli kain, tentu saja aku mau. Subhanallah, bahagianya hatiku saat itu. Serasa tiada hari terindah melebihi ketika aku pergi bersamamu pada hari itu.

Beberapa hari kemudian kamu datang dengan wajah cemas. Katamu, keluargamu tidak senang dengan perubahanmu, bahkan mereka pernah menyembunyikan jilbabmu. Kamu pun kini ragu dengan pilihanmu. Aku mencoba meyakinkanmu bahwa Allah lah sebaik-baik penolong. Tak ka nada yang bisa menyakitimu dalam lindungan-Nya. Kamu menangis.

Kemudian aku mengajakmu ke mushola. Kita shalat dhuha, dan selesai shalat kamu berkata mantap, “Aku mantap untuk memakainya kak.” Subhanallah, ya Allah, Engkau penguasa hati makhluk-Mu…

Keesokan harinya, kamu dengan jilbab lebarmu, dengan wajah yang sangat berbahagia. Aku memeluk dan menciummu dengan penuh sayang. Aku mencubit pipi tembemmu yang besemu merah, semua akhwat memelukmu dengan bahagia, ahlan wa sahlan yaa ukhti, semoga kamu terjaga dalam busana syar’i ini.

Kamu pun smakin dekat padaku, sangat perhatian pada kami smua, tak pernah seingatku kamu tak datang menjengukku setiap kali aku sakit. Kamu selalu datang walau dalam kondisi sangat lelah.. Dik, kakak sangat bangga padamu.. Kamu semakin aktif, semua amanah yang diberikan mampu kamu kerjakan dengan penuh semangat. Bahkan, rasanya tanpa kamu, kami sangat kerepotan. Kami sangat sayang padamu dik.

Tak terasa 2 tahun kebersamaan kita…. Aku lulus, dan harus meninggalkan kampus kita tercinta, meninggalkan rohis MPM KARAMAH (Mahasiswa Pencinta -Mushallah Kerukunan Remaja Mushallah Aliyah) yang kami rintis dari awal dengan penuh perjuangan, akhwat-akhwatku, adik-adik mentorku, perjuangan kami. Aku harus meninggalkan mereka semua.

Termasuk kamu dik. Kamu menangis, kamu meminta kami agar tak meninggalkan kalian. Yah, kami berjanji akan lebih sering mengunjungi. Tak akan berhenti memperhatikanmu dan yang lain. Tapi, ternyata….

Semua hanya janji, kami masuk dalam lingkungan kampus, yang kesibukannya menumpuk, terlebih aku mengambil fakultas paling sibuk di antara semua fakultas yang ada… Aku tak menepati janji, aku ingkar padamu dik. Allah, ampuni aku…

Aku melupakanmu, aku mulai sibuk di lembaga dakwah kampusku, yang juga meminta perhatian yang sangat besar. Kuliah-kuliahku, lab-labku yang membuatku tak punya waktu untuk yang lain, termasuk padamu. Aku mulai melupakanmu, tapi kamu sering sekali menelponku.

Yah…telpon-telponmu dik.. .Allah, jika mengingat ini, sungguh penyesalanku seakan tak ada habisnya. Kamu begitu sering menelponku, menceritakan semua keadaan di SMU kita, tentang keluargamu yang semakin menentangmu, tentang saudaramu yang sangat membencimu, tentang tidak adanya orang yang mau mendengarkan seluruh keluh kesahmu.

Bahkan terkadang, kamu meneleponku sampai dua jam. Dan aku yang begitu egois, mulai bosan dengan semua keluhanmu. Aku yang terkadang begitu lelah dengan rutinitasku, yang hanya mencuri waktu untuk istirahat, juga harus terganggu dengan teleponmu. Ampuni hamba ya Allah…, aku mulai menghindarimu, tak ku jawab telepon-teleponmu, tapi kamu sekalipun tidak marah. Ya Allah…

Suatu hari, kamu datang ke rumah dengan wajah letih, tak ku temukan keceriaan itu lagi. Ada yang aneh pada dirimu dik, aku sangat terkejut melihatnya…

Wajahmu yang dulu penuh semangat dan selalu dihiasi senyum,keceriaan, yang biasanya mampu mengobarkan semangat orang-orang di sekitarmu. Kini kamu begitu berbeda, wajahmu begitu pucat, loyo, tanpa semangat hidup seperti dulu.

Tubuhmu dik…, Allah… ada apa dengan dirimu dik ? dulu kamu begitu gemuk menggemaskan, dengan pipi tembem yang sangat lucu hingga matamu yang sipit akan semakin kecil saat dirimu tersenyum. Dulu kami (akhwat-akwhat) di rohis sering menyebutmu “Roti donatku” dan kamu akan membalasnya dengan wajah cemberut, yang kemudian diikuti dengan merajuk… tapi kini, kamu sangat kurus dik… sakit kah dirimu ? ini memang pertemuan pertama kita setelah aku lulus, selama ini kita hanya berkomunikasi melalu telepon..

Dulu setiap kali kita berkumpul kamu akan menceritakan semua pengalamanmu padaku, bibirmu akan terus berceloteh tanpa henti, dengan riang dan semangat… aku selalu menjadi pendengar setiamu… tapi kini kamu hanya diam membisu, tercenung tanpa berkata apa-apa….

Saat ku tanya kamu dari mana ? kamu hanya menjawab dengan singkat bahwa kamu hanya kebetulan lewat setelah pulang tarbiyah… lalu selebihnya kamu hanya diam… Dik, tahukah kau, betapa banyak yang ingin ku tanyakan kepadamu? tapi aku tak ingin menambah penatmu dengan pertanyaan-pertanyaanku. Jadi ku biarkan saja kamu dalam diammu… hingga akhirnya kamu tertidur… Aku menatap wajahmu yang teduh dalam tidurmu… dik, sebenarnya apa yang terjadi denganmu ?

Lalu kamu pun pamit, pergi tanpa sedikitpun cerita sebagaimana lazimnya….

Aku kembali dalam duniaku, Kuliahku, labku, amanah dakwahku… Dan.. Ya Rabb, aku kembali melupakanmu dik, hingga kemudian aku menerima sebuah telepon dari temanmu, “Kak, Diana sakit, sudah 1 minggu dia tidak masuk sekolah, kayaknya parah, kalau bisa kakak sempatkan waktu untuk menjenguknya, dia selalu menanyakan kakak dan akhwat-akhwat yang lain.” aku tercenung di ujung telepon, tak tahu harus berbuat apa..

Saat aku dan akhwat-akhwat lain tiba di rumahmu, segera kami ke kamarmu, kamar sempit yang pengap. Hatiku miris…, aku baru kali ini ke rumahmu dik. Rabb, aku baru menyadari betapa aku tidak memperhatikan saudaraku yang memberiku parhatian luar biasa selama ini. Hatiku perih melihat keadaanmu, tubuhmu begitu kurus seperti seonggok tulang berselimut kulit, aku bahkan tak mampu mengenalimu, tubuhku bergetar, dadaku sesak menahan tangis, air mataku jatuh tak mampu ku bendung..

Aku mendekatimu, kamu berusaha tersenyum tapi yang ku lihat adalah ringisan menahan sakit. Aku mencoba menahan perasaanku. Aku memelukmu, mencium keningmu, akhwat yang lain pun melakukan yang sama… kamu tersenyum, mencoba menggapai tanganmu, ku raih dan ku genggam tangan kurusmu… ku mencoba menghiburmu dengan berbagai cerita lucu, kamu tertawa, akwat-akhwat pun tertawa, tapi aku menangis di sini. Di lubuk hati terdalamku, meratapi keacuhanku…,Ketika ingin pamit, kau ingin menahanku, maafkan kakak dik, harusnya dulu aku menemanimu lebih lama dalam kesakitanmu…

Aku mencoba bertanya pada ibumu kenapa kamu tidak dibawa ke Rumah Sakit, dan kembali ku temukan jawaban yang menghempaskan perasaanku hingga hancur berkeping-keping, kau menderita kanker kelenjar getah bening. Dan karena ekonomi, tak punya biaya, kamu hanya di bawa ke puskesmas. Kamu sudah pernah dibawa ke RS tapi di keluarkan karena tak punya biaya…

Rabbana, apa gunaku selama ini, inikah ukhuwah yang aku dengang-dengunkan selama ini? inikah ikatan persaudaraan bagai satu tubuh yang selalu aku ikrarkan dalam setiap majelis yang aku bawakan? inikah kasih sayang yang aku serukan? Tidak, aku harus melakukan sesuatu untukmu dik… Saat itu segera aku bertanya krpada kakakku, dan katanya aku harus mengambil surat keterangan tidak mampu untukmu agar kamu dapat segera di rawat secara gratis…Tunggu aku, aku akan berusaha… ku bisikkan padamu bahwa aku pasti kembali…

Aku kembali menjengukmu dik bersama hilda dan uphi serta beberapa akhwat lain. Aku belum berhasil menyelesaikan urusan surat miskin itu, ternyata harus dengan berbagai macam prosedur, tapi aku akan berusaha dik…Kali ini kondisimu semakin memburuk. Aku memelukmu dan dan kamu berkata “Ini kakak yang cengeng itu yah?” kamu tersenyum.. Aku terperanjat, Rabbana… Dik apa kamu sekarang tidak bisa melihatku ? kamu tersenyum dan berkata, “Kak, afwan kalo bicara suaranya di kencengin yah, aku sudah tidak bisa melihat dan mendengar lagi.”

Tubuhku bergetar, aku tahu wajahku pucat pasi saat itu, aku pun tak bisa membendung tumpahnya air mataku, aku menangis. Para akhwat menarikku menjauh darimu. Dalam pelukan akwat, aku tumpahkan segala rasaku, sedihku, penyesalanku, dan ketakutanku… aku takut kau tak mampu bertahan dik… sungguh aku sangat takut kehilanganmu.

Tiba-tiba kamu tidak sadarkan diri, tak lama kemudian kamu siuman lagi, begitu seterusnya…

Allah, kurasakan aroma sakaratul maut semakin dekat di ruangan ini… ku raih tangan ringkihmu.. inilah tangan yang dulu sering memelukku dari belakang, menutup mataku dan menyuruhku menebak siapa dia, dan tentu saja aku tahu, tak ada tangan yang segemuk punyamu dik, saat aku menjawab, “Pasti si roti donat” kamu tertawa… tapi kini tangan itu tak mampu bergerak lagi… Aku usap air mata di pipimu dik, kamu menangis, apakah kamu merindukanku, merindukan kami saudaramu, yang telah melupakanmu ? sudihkah kau memaafkan kami dik ?

Aku mendekatkan bibirku ke telingamu, aku tak tahu apakah saat itu kau sadar atau tidak. Aku bisikkan kalimatullah. Aku menuntunmu menyebut nama-Nya “Laa Ilaaha illallaah…laa Ilaaha illallah…” bibirmu bergerak dan aku mendengarmu berkata “Allah…Allah..” Rabbana inikah sakaratul maut… sesakit inikah…??? Ya Rabbal izzati… Allahummagfirlahu, Allahummarhamhu… Ampunilah dia, Rahmatilah dia…Aku baru selesai shalat subuh, yang kemudian aku lanjutkan dengan Al-Ma’tsurat dzikir pagi. Hari ini aku berencana mengambil surat keterangan miskin untukmu, yang dijanjikan selesai hari ini, aku sangat bersemangat. Kamu akan segera di rawat dik. Saat baru saja aku hendak mandi, telepon berbunyi, ternyata dari ukhti Uni, mungkin dia mengajak menjengukmu lagi, tentu saja aku mau, tapi aku salah, berita yang aku terima sungguh sangat membuatku terguncang.. “Ukhti, adik kita Diana… Innalillahi wa innailaihi Rojiun”

Aku tak mau berburuk sangka ” Uni, kamu ngomong apa sih ? ada apa ? ngomongnya jangan nangis gitu dong…?” kataku mencoba menenangkan diri .

“Diana ukh, dia sudah nggak ada, dia meninggal tadi malam jam 01.00, kita doakan yah.. nanti kita sama-sama melayat ke rumahnya” Rabbana… aku terdiam, tak mampu berkata-kata, serasa ada benjolan besar di tenggorokanku yang siap meledak, aku terdiam, tak ku hiraukan uni yang terus memanggilku dan terus menyuruhku bersabar.. aku terduduk.. menangis.. aku tumpahkan segala kesedihanku, penyesalanku, keacuhanku, ketakpedulianku, keegoisanku…

Wajahmu terus berkelabat dalam benakku, senyummu, tawamu, manjamu, semangatmu… aku terus menangis…

Baru saja jenazahmu di bawa dari rumahmu. Ibumu sejak tadi tak sadarkan diri. Kakakmu yang kamu bilang membencimu ternyata sangat mencintaimu, dia yang merawatmu selama kamu sakit. Dik, begitu banyak orang yang datang melayatmu, menghantar jenazahmu, mensholatimu.. .aku hanya bisa diam menatap iringan membawamu ke tempat pembaringanmu meninggalkan kami…

Dik, kakak tak mampu menemanimu lagi seperti dulu, tak akan ada lagi telepon-teleponmu dan smsmu yang kini dan hingga kini ku rindukan dan selalu ku nanti tapi aku tahu hanya akan berbalas kesedihan. Tak ada lagi coklat-coklat kejutan rasa cintamu pada kami… Tak ada lagi cerita-ceritamu tentang masalah-masalahmu yang kini dan hingga kini selalu ku nantikan dan ku tahu hanya berbalas kecewa.

Dik, maafkan kakak, Semoga kau tenang disana, semoga kau dapat menahan himpitan kubur yang kita semua akan merasakannya. Rabbana… Lapangkanlah kuburnya, terangilah dengan cahaya-Mu, jauhkanlah dia dari adzab kubur… Bukakanlah pintu jannah-Mu, sungguh dia adalah mujahidah-Mu, dia adalah tentara yang memperjuangkan agama-Mu..

Ku tahu saat ini begitu banyak dari kami menangisi kepergianmu mujahidah, namun aku pun yakin, ribuan penduduk langit bersorak menyambut kedatanganmu dan ribuan malaikat menaungimu dalam hamparan sayapnya… dalam kedamaian di sisi Rabbmu… Pergilah adikku… kakak ridho..

“Kak, apa aku juga bisa disebut mujahidah ? aku kan tidak berperang” …tertawa…

“Tentu saja dik, setiap orang yang memperjuangkan agama Allah dan mati dalam keyakinan pada-Nya adalah seorang mujahid-mujahidah.” …

“Kak, aku mau berjilbab lebar seperti kakak, pantas nggak yah? aku kan gendut…?” …katamu tersenyum malu…

“Kau akan sangat cantik dengan busana syar’i dik, masih adakah yang lebih penting dari kecantikan di mata Allah…?”

….Kau tertawa…

“Aku mauuuuu cantiiik di mata Allah…” …Tertawa riang….

*** Untuk adikku Diana tenanglah disana, dalam perlindunganNya, tak akan ada yang mampu menyakitimu dik…” ****

Wabillahi Taufik Wal Hidayah, ...

1 TETES AIR MATA












Hidup tidak selalunya Indah… Langit tak selalu cerah… Suram malam tak berbintang.. ...Itulah lukisan alam…. Benar, hidup tidaklah selalu indah, ada saja ujian yang datang menghampiri setia
p manusia. Disanalah manusia akan di tempa, ibarat manusia itu hanya sepotong besi, maka ujian akan menjadikan dia menjadi sebilah pedang, pedang yang tajam yang di bawa seorang kesatria pemberani. Bukankah besi harus di pukul, di bakar, di pukul lagi, di bakar lagi, di pukul lagi dan di bakar lagi hingga dia menjadi pedang sejati. Besi tidak akan menjadi pedang hanya dengan di elus-elus saja. Ujian menjadikan kita semakin merasa lemah, merasa sangat tidak berdaya, dan ingin menyerahkan dan menggantungkan semua permasalahan kita pada Yang Maha Kuat, mecurhatkan berlembar-lembar kesedihan kita padaNya, di tengah ke heningan malam.

Di Kala malam sunyi sepi.. Bani insan tenggelam dalam mimpi.. Musafir yang malang ini.. Pergi membasuh diri untuk menghadapMu oh Tuhan Lemah lututku berdiri Di hadapanMu tangisanku keharuan Hamba yang lemah serta hina Engkau terima jua mendekati Dibawah duli KebesaranMu Tuhan, hamba belum pasti Bagaimana penerimaanMu dikala mendengarkan pengaduanku Ku yakin Kau tak mungkiri dalam wahyu yang Kau nuzulkan Kau berjanji menerima pengaduanku Dan,… Kau berjanji sudi mengampunkanku dari segala dosa yang kulakukan AmpunanMu Tuhan lebih besar dari kesalahan insan Hamba yakin dengan keampunanMu Tuhan Bukan tidak ridha, cuma hendak mengadu padaMU Tempat hamba kembali nanti disana

Subhanallah…. sungguh indah penciptaan Allah… sebuah air bening pelepas segala kegundahan dan kesedihan… tidaklah Allah ciptakan semuanya adalah sia-sia. Kadang kita meremehkan air mata ini. Kita anggap ”cengeng” bila menangis, kita anggap gagah kalo bersikap tegar tanpa air mata. Bukankah kita terlahir dengan tangisan, dengan air mata? Air yang menjadi penguat setiap kita merasa lemah… bukankah setelah menangis kita merasa lega, bukankah setelah menangis kita merasa lebih ringan, bahkan air mata ini bisa membentengi kita dari panasnya api neraka ketika kita mengeluarkannya dalam rangka menyadari dan menginsafi segala dosa dan kesalahan kita? Menangislah, kadang manusia terlalu sombong tuk menangis Lalu untuk apa air matatlah tercipta Bukan hanya bahagia yang tercipta di dunia….

Sahabat, menagislah bila permasalahan sudah tidak sanggup kau pikirkan, menangislah bila permasalahan sudah sangat menyesakkan dadamu, menangislah bila kau sudah mulai kehilangan senyum ceriamu, menangislah seperti bayi-bayi di malam hari, tapi kuatlah seperti singa-singa di siang hari… Karena air mata itu sangat hebat, lihatlah dia kecil tapi sanggup menaggung sejuta kesedihan kita…. setelah selesai menagis… tersenyumlah sebentar, tersenyumlah yang lebar, tersenyumlah yang tulus… dan siaplah menjadi Pedang yang tajam…. pedang yang lebih kuat, dan pedang yang lebih hebat. Jadilah rumput yang lemah lembut Tak luruh di pukul ribut Bagai karang di dasar lautan Tak terusik di landa badai Suburkanlah sifat sabar di dalam jiwa kita ..... 





Salam Terkasih ... Dari Seorang sahabat .

♥ Meredam Kecemasan ♥












Bismillahir-Rahmaanir-Rahim...Kecemasan selalu hadir diantara riak waktu.Merambat, menerobos, lalu mengalir dengan deras ke sela-sela ventilasi keseharian kita.Dalam prakteknya, kecemasan sering kali menguras daya dan

 pikiran.

Itulah sebabnya, saat kecemasan membanjiri dan meredam hati, pada saat yang sama parameter iman kerap tersungkur pada titik minimalis. Ujungnya banyak diantara kita yang mengalami stress, stroke, dan akhirnya stop alias mati. Gejala stress pada umumnya dimulai dari rasa sakit. Entah itu sakit secara fisik maupun sakit secara jiwa.

Pada hakikatnya, kecemasan, kegelisahan dan ketakutan adalah jejaring yang sengaja Allah SWT ciptakan untuk kita. Namun demikian, banyak diantara kita yang tidak memahami makna cemas dan kegelisahan tersebut. Kita bahkan sering menilai kegelisahan, kecemasan dan ketakutan adalah sebuah penyakit kronis. Sehingga banyak diantara kita yang sekuat tenaga mencari obat atau menghindari fenomena yang satu ini.

Mengapa Allah menciptakan kecemasan kepada kita? Bagaimana kiat meredam keresahan menurut petunjuk Rasulullah SAW ?

Pertama, keresahan, kegelisahan, dan ketakutan sebenarnya adalah nikmat dan karunia dari Allah bagi orang beriman. Artinya, keresahan yang tengah menggerogoti hati kita menunjukkan bukti sayangnya Allah kepada kita.

Perhatikanlah firman-Nya."Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:"Inna lillahi wa innaa ilahi Raaji'un."(QS.Al-Baqarah[2]:155-156).

Sejalan dengan ayat diatas Allah pun mengingatkan dalam Al-Quran surat Al-Anbiya ayat 35. "Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebajikan sebagai suatu ujian dan kepada Kami kamu akan dikembalikan."

Menelaah kedua ayat di atas, kita mendapat suatu gambaran, selama hayat masih dikandung badan, kita tidak akan lepas dari berbagai ujian dan cobaan. Adapun bentuk ujian dan cobaan itu antara lain, kecemasan, kegelisahan serta ketakutan.

Nah, pada saat kecemasan melanda, setan segera merasuk dan menakuti pikiran kita sehingga Allah mengingatkan, "Sesungguhnya setan-setan itu hanya mempertakuti orang-orang yang dibawah pimpinanya, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. kata Allah"(QS.Ali Imran[3]:175).

Kedua, tingkatkan dzikrullah. Allah berfirman dalam Al-Quran surat Ar-Rad ayat 28,"(yaitu) Orang-orang yang beriman, dan mereka meenjadi tenang dengan mengingat Allah." Manusia yang kurag berdzikir kepada Allah akan banyak mengalami kesulitan dan keresahan. Selain itu, akan menimbulkan kekerasan hati (qaswatul qalb).

Sebagaimana Allah memeringatkan dalam Al-Quran surat Al-Hadid ayat 16, "Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan keadaan kebenaran yang telah turun (kepada mereka) dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan al kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan dari mereka adalah orang-orang fasik."

Akhir kata, kecemasan adalah fitrah. Karena fitrah, maka dipastikan setiap orang akan mengalaminya. Jika sekarang anda tengah mengalami gejala serupa, cemas, takut, was-was, atau gelisah, maka tak ada pilihan lain, kecuali meningkatkan kesabaran dan menegakkan shalat sebagai upaya preventif dalam menanggulangi kecemasan.

Wabillahi Taufik Wal Hidayah, ...

♥ Selalu Ada Debu Dosa ♥















Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...Dosa tak ubahnya seperti tiupan angin di tanah berdebu. Wajah terasa sejuk sesaat, tapi butiran nodanya mulai melekat. Tanpa terasa, tapi begitu berbekas. Kalau saja tak ada cermin, o
rang tak pernah mengira kalau ia sudah berubah.

Perjalanan hidup memang penuh debu. Sedikit, tapi terus dan pasti; butiran-butiran debu dosa kian bertumpuk dalam diri. Masalahnya, seberapa peka hati menangkap itu. Karena boleh jadi, mata kepekaan pun telah tersumbat dalam gundukan butiran debu dosa yang mulai menggunung.

Seorang mukmin saleh mungkin tak akan terpikir akan melakukan dosa besar. Karena hatinya sudah tercelup dengan warna Islam yang teramat pekat. Jangankan terpikir, mendengar sebutan salah satu dosa besar saja, tubuhnya langsung merinding. Dan lidah pun berucap, “Na’udzubillah min dzalik!”

Namun, tidak begitu dengan dosa-dosa kecil. Karena sedemikian kecilnya, dosa seperti itu menjadi tidak terasa. Terlebih ketika lingkungan yang redup dengan cahaya Ilahi ikut memberikan andil. Dosa menjadi biasa.

Rasulullah saw. bersabda, “Jauhilah dosa-dosa kecil, karena jika ia terkumpul pada diri seseorang, lambat laun akan menjadi biasa.”

Dalam beberapa kesempatan, Rasulullah saw. mewanti para sahabat agar berhati-hati dengan sebuah kebiasaan. Karena boleh jadi, sesuatu yang dianggap ringan, punya dampak besar buat pembentukan hati.

Dari Anas Ibnu Malik berkata, “Rasulullah saw. menyampaikan sesuatu di hadapan para sahabatnya. Beliau saw. berkata: ‘Telah diperlihatkan kepadaku surga dan neraka, maka aku belum pernah melihat kebaikan dan keburukan seperti pada hari ini. Jika kalian mengetahui apa yang aku ketahui niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.

Sekecil apa pun dosa, terlebih ketika menjadi biasa, punya dampak tersendiri dalam hati, pikiran, dan kemudian perilaku seseorang. Repotnya, ketika si pelaku tidak menyadari. Justru orang lain yang lebih dulu menangkap ketidaknormalan itu.

Di antara dampak dosa yang kadang remeh dan tidak terasa adalah sebagai berikut: pertama, melemahnya hati dan tekad. Kelemahan ini ketika tanpa sadar, seseorang tidak lagi bergairah menunaikan ibadah sunah. Semuanya tinggal yang wajib. Nilai-nilai tambah ibadah menjadi hilang begitu saja. Tiba-tiba, ia menjadi enggan beristighfar. Sementara, hasrat untuk melakukan kemaksiatan mulai menguat.

Kedua, seseorang akan terus melakukan perbuatan dosa dan maksiat, sehingga ia akan menganggap remeh dosa tersebut. Padahal, dosa yang dianggap remeh itu adalah besar di sisi Allah ta’ala.

Di antara bentuk itu adalah ucapan-ucapan dusta. Awalnya mungkin hanya sekadar canda agar orang lain bisa tertawa. Tapi, ucapan tanpa makna itu akhirnya menjadi biasa. Padahal di antara ciri seorang mukmin selalu menghindar dari perbuatan laghwi, tanpa makna. Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.” [Qs. 23: 1-3]

Seorang sahabat Rasul, Ibnu Mas’ud, pernah memberikan perbandingan antara seorang mukmin dan fajir. Terutama, tentang cara mereka menilai sebuah dosa. Beliau r.a. berkata, “Sesungguhnya seorang mukmin ketika melihat dosanya seakan-akan ia berada di pinggir gunung. Ia takut gunung itu akan menimpa dirinya. Dan seorang yang fajir tatkala melihat dosanya, seperti memandang seekor lalat yang hinggap di hidungnya, lalu membiarkannya terbang.” (HR. Bukhari)

Ketiga, dosa dan maksiat akan melenyapkan rasa malu. Padahal, malu merupakan tonggak kehidupan hati, pokok dari segala kebaikan. Jika rasa malu hilang, maka lenyaplah kebaikan. Nabi saw. bersabda, “Malu adalah kebaikan seluruhnya.” (HR. Bukhari Muslim)

Keempat, sulitnya menyerap ilmu keislaman. Ini karena dosa mengeruhkan cahaya hati. Padahal, ilmu keislaman merupakan pertemuan antara cahaya hidayah Allah swt. dengan kejernihan hati.

Imam Syafi’i ini merasakan adanya penurunan kemampuan menghafal. Ia pun mengadukan hal itu ke seorang gurunya yang bernama Waqi’. Penuturan itu ia tulis dalam bentuk untaian kalimat yang begitu puitis.

Aku mengadukan buruknya hafalanku kepada Waqi’

Beliau memintaku untuk membersihkan diri dari segala dosa dan maksiat

Beliau pun mengajarkanku bahwa ilmu itu cahaya

Dan cahaya Allah tidak akan pernah menembus pada hati yang pendosa

Ada satu dampak lagi yang cukup memprihatinkan. Seseorang yang hatinya berserakan debu dosa enggan bertemu sapa dengan sesama mukmin. Karena magnit cinta dengan sesama ikhwah mulai redup, melemah. Sementara, kecenderungan bergaul dengan lingkungan tanpa nilai justru menguat. Ada pemberontakan terselubung. Berontak untuk bebas nilai.

Perjalanan hidup memang bukan jalan lurus tanpa terpaan debu. Kian cepat kita berjalan, semakin keras butiran debu menerpa. Berhati-hatilah, karena sekecil apa pun debu, ia bisa mengurangi kemampuan melihat. Sehingga tidak lagi jelas, mana nikmat; mana maksiat.

Wabillahi Taufik Wal Hidayah...

Salam Terkasih ..Dari Sahabat Untuk Sahabat .

Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci 

Rabu, 24 Oktober 2012

Mampukah Aku Menjadi Wanita Solehah


Mampukah aku menjadi seperti Siti Khadijah?
Agung cintanya kepada Allah dan Rasulullah
Hartanya diperjuangkan ke jalan fisabilillah
Penawar hati kekasih Allah
Susah dan senang rela bersama

Dapatkah aku didik jiwa seperti Siti Aishah?
Isteri Rasulullah yang bijak bergeliga
Pendorong kesusahan dan penderitaan
Tiada sukar untuk dilaksanakan

Mengalir air mataku
Melihat pengorbanan puteri solehah Siti Fatimah
Akur dalam setiap perintah
Taat dengan abuyanya yang sentiasa berjuang
Tiada memiliki harta dunia
Layaklah dia sebagai wanita penghulu syurga
Ketika aku marah
Inginku intip serpihan sabar
Dari catatan hidup Siti Sarah

Tabah jiwaku
Setabah umi Nabi Ismail
Menggendong bayinya yang masih merah
Mencari air penghilang dahaga
Di terik padang pasir merak
Ditinggalkan suami akur tanpa bantahan

Pengharapannya hanya pada Allah
Itulah wanita Siti Hajar

Mampukah aku menjadi wanita solehah?
Mati dalam keunggulan iman
Bersinar indah, harum tersebar
Bagai wanginya pusara Masyitah
by.Nurshalieana

Sejarah Pembangunan Ka’bah


















Ka’bah adalah rumah suci Allah Subhanahu wa Ta’ala, kiblat kaum muslimin. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikannya menara tauhid dan simbol ibadah. Allah yang maha tinggi berfirman:

“Allah Telah menjadikan Ka’bah, rumah Suci itu sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia, dan (demikian pula) bulan Haram, had-ya, qalaid. (Allah menjadikan yang) demikian itu agar kamu tahu, bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan bahwa Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (al-Maidah: 97)

Ka’bah juga merupakan rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Maha Agung lagi Maha Tinggi. Dia berfirman:
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (Ali ‘Imran: 96)

Ka’bah yang mulia memiliki sejarah panjang, tahapan panjang telah dia lalui, sejarahnya dimulai pada masa Nabi Allah Ibrahim dan anaknya ‘Alaihima Sallam ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkannya dan keluarganya untuk tinggal di Makkah. Makkah pada waktu itu merupakan dataran yang tandus lagi gersang. Setelah menetap di Makkah dan Ismail ‘Alaihi Sallam mencapai usia baligh Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan keduanya untuk membangun Ka’bah dan meninggikan (membina) dasar-dasar Ka’bah, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”. (al-Baqarah: 127)

Maka Ismail ‘Alaihi Sallam yang mendatangkan batu-batu sedangkan Ibrahim ‘Alaihi Sallam yang membangun, dan terbentuklah Ka’bah sedikit-demi sedikit sampai jadi tinggi yang tangan tidak akan sampai merai ketinggiannya, disisi Ka’bah datang Ismail ‘Alaihi Sallam membawa sebuah batu agar bapaknya bisa manjat diatasnya dan sempurnalah amalnya, mereka masih meneruskan pembangunan Ka’bah sambil berdo’a: “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami)” hingga selesailah proses pembangunan dan sempurnalah bentuknya.

Kemudian menetapkah sebagian suku-suku Arab di Makkah seperti al-’Amaliq dan Jurhum. Bangunan Ka’bah pernah rusak lebih dari sekali karena banyaknya banjir dan factor-faktor yang mempengaruhi bangunan, dan orang-orang kedua sukulah yang menangani perbaikan dan perawatan Ka’bah.

Tahunpun berlalu sampai suku Quraisy membangun kembali Ka’bah. Dan itu terjadi 5 tahun sebelum Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diangkat menjadi Rasul, dan adalah bangunan Ka’bah ketika itu masih dalam bentuk bebatuan yang terusun sebagiannya diatas sebagian yang lain tanpa plesteran, sehingga banjir yang melanda Makkah dari waktu ke waktu berpengaruh pada kekuatan 

Ka’bah, menumbangkan dindingnya sehingga hampir saja roboh/rata dengan tanah, lalu suku Quraisy memutuskan merenovasi Ka’bah menjadi bangunan yang kuat tahan banjir.
Ketika mereka bersepakat untuk merenovasi Ka’bah berdirilah ditengah-tengah mereka Abu Wahab bin Amr seraya berkata: “Hai suku Quraisy janganlah kau menyumbang untuk bangunannya dari usahamu (rizqimu) kecuali yang baik (diperoleh dari jalan hang halal). Jangan sampai tercampur oleh uang hasil melacur, jual beli riba atau dari hasil kehzaliman seseorang. Akan tetapi suku Quraisy takut untuk merobohkan sisa tembok Ka’bah yang tersisa, mereka takut ditimpa murka Allah karena usaha mereka. Lalu Walid bin Mughirah berkata kepada mereka: “Saya akan memulai untuk merobohkannya maka dia mengambil cangkul dan mulai untuk merobohkannya sambil berkata: “Ya Allah kami tidak akan berpaling dan tidak ada yang kami inginkan kecuali hanya kebaikan. Lalu dia merobohkannya dari bagian kedua sudutnya. Pada malam harinya orang-orang menanti untuk melihat apakah Mughirah ditimpa musibah kerana perbuatannya? Maka tatkala mereka melihtanya menemui mereka pada pagi harinya dalam keadaan tidak kurang suatu apapun, berangkatlah mereka ke Ka’bah lalu merekapun menyelesaikan perobohannya hingga yang tersisia hanya pondasi yang dibangun oleh Ibrahim ‘Alaihi Sallam.

Selanjutnya mulailah periode/tahapan pembangunan, pembagian tugas antara para suku terlaksana dengan baik. Tiap suku mengurus satu bagian dari bagian-bagian Ka’bah, mulailah mereka membangunnya dengan batu lembah. Tatkala sampai pada tahap peletakan hajar aswad terjadilah perpecahan antara mereka, sampai datang Abu Umayyah bin Mughirah al-Makhzumi lalu dia usul pada mereka agar menyerahkan keputusan dalam perselisihan yang terjadi diantara mereka kepada orang yang pertama kali masuk menuju mereka dari pintu al-Masjidul Haram. Mereka setuju dan mereka menunggu orang yang datang pertama kali. Ternyata orang yang ditunggu-tunggu tersebut adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan ketika mereka melihatnya, merekapun berteriak: “Inilah orang yang dapat dipercaya, kami rela, ini Muhammad.” Saat Muhammad –Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam- tiba dihadapan mereka, merekapun memberitahukan padanya tentang kesepakatan itu, lalu Muhammad –Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam- berkata: “Ambilkan untukku selembar kain, merekapun membawakannya, lalu beliau meletakkan Hajar Aswad ditengah kain tersebut kemudian berkata: “Setiap suku hendaklah memegang bagian dari sisi kain kemudian angkatlah bersama-sama, merekapun melakukannya, ketika sampai ditempatnya beliau mengambil Hajar Aswad tersebut dengan tangannya yang mulia dan meletakkan ditempatnya.

Ketika Quraisy berniat kuat untuk membangun Ka’bah dengan uang halal mereka sungguh mereka mengumpulkan semampunya untuk urusan ini, namun ternyata biaya yang berasal dari harta yang halal lagi murni yang ada pada mereka tidak mencukupi, oleh sebab itulah orang-orang Quraisy mengeluarkan Hijir atau Hathim dari bangunan ka’bah dan memberi tanda yang menunjukkan bahwasannya itu bagian dari Ka’bah.

Dalam shahih Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepada Aisyah Radhiallahu ‘Anha: “Tidakkah kau perhatikan bahwa Kaummu telah kekurangan dana? Kalalulah tidak kerana dekat masa mereka dengan kekufuran pastilah aku bongkar Ka’bah dan aku buatkan untuknya pintu timur dan pintu barat, dan akan kumasukkan Hijir itu kedalamnya.”
Ketika masa pemerintahan amirul mukminin Abdullah Ibnu Zubair Radhiallahu ‘Anhu datang, dia menetapkan untuk mengembalikan bangunan Ka’bah seperti yang diinginkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada masa hidupnya. Ibnu Zubair Radhiallahu ‘Anhu meruntuhkannya dan mengembalikan bangunannya seperti semula. Dia menambahkan padanya apa yang dulu orang Quraisy tidak mampu membangunnya karena minimnya dana. Yaitu Hijir yang berukuran sekitar 6 hasta, dia menambah 10 hasta untuk tingginya, dan membuat dua pintu, yang satu dari timur yang lain dari barat. Orang-orang masuk dari pintu yang satu keluar dari pintu yang lain dan menjadikan Ka’bah sangat bagus dan megah, sesuai dengan bentuk yang diinginkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagaimana yang dikatakan kepada bibinya, yaitu Aisyah Radhiallahu ‘Anha.

Pada masa Abdul Malik bin Marwan, Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi menulis surat untuknya yang berisi tentang perbuatan Ibnu Zubair Radhiallahu ‘Anhu terhadap Ka’bah. Hajjaj menyangka bahwa Ibnu Zubair melakukannnya berdasarkan pendapat dan ijtihad semata. Lalu Abdul Malik membalas surat Hajjaj agar dia mengembalikan Ka’bah sebagaimana keadaan yang dulu maka Hajjaj membongkar dinding bagian utara Ka’bah dan mengeluarkan dinding Ka’bah tersebut sebagaimana yang pernah dibangun suku Quraisy. Dan membuat satu pintu dan menutup pintu lain. Kemudian ketika hadits Aisyah Radhiallahu ‘Anha sampai kepada Abdul Malik dia menyesali apa yang telah dia lakukan dan berkata: “Alangkahkah senangnya jika kami dulu membiarkannya, dan apa yang telah ia lakukan terhadapnya.”

Akhirnya Abdul Malik berkeinginan untuk mengembalikan Ka’bah seperti yang telah dibangun oleh Ibnu Zubair, lalu Abdul Malik meminta pendapat Imam Malik tentang hal itu, lalu Imam Malik melarangnya kerena takut wibawa Ka’bah hilang, lalu setiap raja yang datang akan menghapus perbuatan raja yang sebelumnya dan menghalalkan kehormatan Ka’bah.
Adapun akhir pembangunan Ka’bah berada pada masa pemerintahan Utsmani tahun 1040 H ketika Makkah dilanda banjir besar yang menenggelamkan Masjidil Haram yang ketinggian banjirnya mencapai lampu yang tergantung, yang banjir itu juga menjadi penyebab lemahnya bangunan Ka’bah. Ketika Muhammad Ali Basya penguasa Mesir memerintahkan para Insinyur yang mahir dan pekerja-pekerja merobohkan Ka’bah dan mereka mernovasi bangunan Ka’bah, pembangunan berlangsung tepat setengah tahun dan penguasa tersebut membebani mereka dalam pembangunannya harta yang banyak sampai tuntaslah pekerjaan tersebut.

Jadilah Ka’bah senantiasa tinggi lagi megah dan menggetarkan hati orang-orang beriman dan demikian juga akan terus menerus megah sampai Allah menetapkan orang-orang Ethiopia dan mereka mengeluarkan bagian tertinggi dari Ka’bah.
Secara umum sesungguhnya Ka’bah mempunyai sejarah panjang yang penuh kejadian dan pelajaran yang harus kita sadari dan kita ambil pelajarannya. Kita mohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menjaga rumah-Nya yang mulia dan segala puji bagi Allah yang pertama dan Yang terakhir.


Selasa, 23 Oktober 2012

HATI SEORANG WANITA


hati muslimah
Allah menciptakan kaum kita dengan hati yang dihiasi dengan kelembutan.
Hati yang diselaputi dengan kesabaran.
Hati yang tahan untuk disakiti.
Hati yang belajar erti taat dan setia.
Dengan kelembutan hati wanita lah yang dapat mententeramkan jiwa lelaki
yang dipanggil suami
Dengan kesabaran hati wanitalah yang dapat mendidik anak-anak hingga dewasa
Dengan hati wanita lah yang dapat menahan segala karenah anak dan
suami walau disakiti
Dengan hati inilah wanita mencurahkan segala kasih sayang dan
kesetiaan yang tidak
berbelah bagi kepada seorang suami.
Muslimah sekalian,
Sedarkah kita secara fitrahnya Allah menciptakan kita dengan hati yang kuat.
Terkadang emosi kita yang lebih menguasai hati membuatkan kita lupa
betapa tabah dan kuatnya hati ini.
Betapa cantik dan indahnya Allah ciptakan wanita itu dengan kelembutan
dan kekuatan yang ada pada kita.
Bertambah cantik lagi seorang wanita yang menghiasi emosi dan hatinya
dengan cinta kepada Illahi.
Wahai wanita,
Jika kita sedar betapa kuat Allah ciptakan kita,janganlah kita mudah
jatuh pada satu ujian yang diberiNya.
Emosi yang dianugerahkan Allah kepada kita adalah tanda betapa hati
wanita ini sangat peka.
Peka dengan kehendak dan hati sang suami dan anak-anak.
Bukan tanda kelemahan tetapi sebagai pelengkap dalam rumahtangga.
Jika kita jatuh hari ini,bangunlah.
Jangan pernah dikesalkan.
kerana
Hari ini mengajar kita tentang hari esok.
Agar pengalaman hari ini membuat kita lebih bersedia dan lebih
mengingatiNya pada perjalanan kita yang seterusnya.
Insyaallah.
Wallahualam,

http://nurshalieana.blogspot.com

Minggu, 21 Oktober 2012

ARTI CINTA












Bismillah ... Aku bertanya pada alam semesta tentang arti “CINTA”, lalu satu demi satu mereka menjawab…

Bumi menjawab:“CINTA adalah hamparan tempat tumbuh segala bahagia dan harapan akan itu. Ia memang diinjak dan dih
in

akan, tetapi ia tak peduli. Pikir Cinta hanya memberi, dan itu sajalah inginnya."

Air menjawab:“CINTA adalah hujan yang menumbuhkan benih-benih rasa kesukaan, kerelaan akan keterikatan, kerinduan dan kesenduan, atau samudera kasih yang luas sebagai naungan segala perasaan."

Api menjawab:“CINTA adalah panas yang membakar segala, ia memusnahkan untuk dapat hidup dan menyala. Demi merasakannya, makhluk rela terbakar dalam amarah dan kedurhakaan.”

Angin menjawab:“CINTA adalah hembusan yang menebar sayang tanpa tahu siapa tujuannya. Orang bilang ia buta, sebab itu inginnya. Ia tak terlihat, tapi tanpanya segala raga akan hampa.”

Langit menjawab:“CINTA adalah luasan tanpa batas. Luasnya tiada makhluk yang tahu. Kecuali bahwa cinta itu bahagia yang biru, atau derita kelam yang kelabu."

Matahari menjawab:“CINTA adalah hidup untuk memberi energi kehidupan dan cahaya harapan. Ia tak akan lelah memberi sampai ia padam dan mati.”

Pohon menjawab:“CINTA adalah akar yang menopang segalanya. Ia tulus hingga tak perlu terlihat dan dikenal. Tapi ia terus memberi agar batang bahagia tetap kokoh abadi, berbuah dan berbunga indah.”

Gunung menjawab:“CINTA adalah rasa yang menjulang tinggi. Rasa itu demikian tenang dan menyejukkan. Namun saat gundah, Ia akan meleburkan sekelilingnya dengan lautan lava cemburu yang membara.”





Lalu, Aku bertanya pada CINTA:


“Wahai CINTA, apakah sebenarnya arti dirimu??”

CINTA menjawab:“CINTA adalah engkau patuh terhadap-Nya, meski kau tak melihat-Nya. Engkau tidak mencium-Nya atau meraba-Nya, tapi engkau patuh karena engkau merasa akan hadir-Nya.
Sebab CINTA bukan indera, tapi adalah rasa.”

“CINTA adalah engkau takut akan amarah-Nya, dan takut jika Ia meninggalkanmu. Takut jika Ia tak menyukaimu lagi. Lalu engkau mencari-cari alasan untuk selalu dekat dengannya, bahkan jika engkau harus menderita, atau yang lebih mengerikan dari itu.”

“CINTA adalah engkau menyimpan segala harapan pada-Nya dan tidak pada yang lain. Engkau tidak mendua dalam harapan, dan demikian selamanya. Cinta adalah engkau setia menjadi budak-Nya, yang engkau hidup untuk-Nya dan mati untuk kesukaan-Nya akan dirimu, hidup dan mati untuk Dia. Engkau berusaha sekerasnya agar engkau diakui, hanya sebagai budak, sebagai hamba.♫¸¸ﷲ¸¸.Diatas segalanya,

CINTA adalah engkau merasa kasih sayang yang tunggal yang tidak engkau berikan pada yang lain, selain pada-Nya. Engkau rindu akan hadir-Nya dan melihat-Nya. Engkau suka apa yang Ia sukai dan benci apa yang Ia benci, engkau merasakan segala ada pada-Nya dan segala atas nama-Nya..¸¸ﷲ¸¸.

Aku lantas bertanya pada CINTA:


“Bisakah aku merasakannya?”

Sambil berlalu CINTA menjawab:“Selama engkau mengetahui hakikat penciptaanmu dan bersyukur dengan apa yang Dia beri, maka itu semua akan kau rasakan, percayalah padaku tambahnya….”

Aku pun Berteriak, “Wahai KAU SANG MAHA PECINTA terimalah cintaku yang sederhana ini, izinkanlah aku merasakan cintaMu yang Maha Indah…”..